The Power of Labelling

            Do you really think that your society is healthy?

Sebagian dari kita pasti pernah dikatain/ dicap jelek, bodoh, gendut, dan lain sebagainya oleh orang-orang di sekitar kita. Sangkin seringnya kata-kata itu dilontarkan ke kita, perlahan kita jadi mempercayai bahwa kita memang seperti apa yang orang-orang itu katakan. Inilah wujud labelling yang terjadi di masyarakat. Karena umumnya labelling mengarah pada sebutan orang-orang yang cenderung negatif, efeknya pun bisa jauh lebih buruk dari yang kita bayangkan.

Aku adalah salah satu yang tidak setuju dengan budaya konservatif negatif ini di masyarakat, dimana seseorang di berikan cap atau label sebagai orang jelek, misalnya. Even though I’ve thought about it hundreds times, I still don’t get it why people do such a thing. Apakah dengan merendahkan orang lain akan membuat dirinya puas karena merasa lebih baik? Diluar bagaimana standar kecantikan suatu masyarakat sehingga seseorang bisa dikatakan jelek, apakah orang tersebut memilih untuk dilahirkan jelek? Dude, if we had a chance, each of us would choose to be someone adored by others. Unfortunately, we didn’t.

Oke, mungkin sebagian dari kita akan berkata “ah itu mah cuma becanda, gausah baper lah...”. Wait, are you guys serious? Don’t we have any healthier jokes without criticizing people in a bad way? Come on, sejelek apapun seseorang menurut kita, sebodoh apapun dia, he/she is still human, God’s creature. Remember, God’s creature. He creates them, people we called as stupid, ugly, fat, etc. We all are in the same position toward him. So what’s the point? Underestimating others never makes ourselves higher, instead, we show how bad the quality of ourselves.

Alasan kenapa akhirnya aku menulis topik ini adalah karena di dunia yang semakin modern ini ternyata tidak membuat budaya konservatif itu hilang. Aku masih sering menemui fenomena labelling tersebut terjadi di masyarakat kita. Bukan hanya di lingkungan pertemanan atau kerja saja, bahkan di lingkaran pertama kita, keluarga, fenomena ini juga msih kerap terjadi. Aku masih sangat sering menemui orang tua menyebut anaknya bodoh, jelek, tidak berguna, dan sebutan-sebutan buruk lainnya. Apakah si anak baik-baik saja? Tentu saja tidak.

Bayangkan saja, air yang selembut itu jika terus menerus diteteskan ke atas kerasya batu saja mampu menciptakan lubang di batu tersebut. Apalagi hati manusia yang sangat mudah terluka. Kata-kata buruk itu seperti sayatan yang jika terus menerus dilakukan akan membuat lukanya tetap berdarah, dan kalaupun dihentikan tidak akan hilang bekasnya. Seseorang yang diberi cap atau label tertentu mungkin akan terlihat baik-baik saja, tapi bukan tidak mungkin itu akan mengahancurkannya secara psikologis. Orang tersebut bisa saja kehilangan rasa percaya diri untuk berinteraksi dengan orang lain di kehidupannya. Dia merasa di level yang lebih rendah dianding orang lain sehingga tidak mampu untuk bekerja bersama mereka, yang pada akhirnya membuat orang tersebut tidak dapat berkembang seperti yang lain. It’s d*mn serious though. Do we really need to keep it up?

Thus, I invite you all the young generation to step by step patiently changing this troublesome society. Let’s build a healthier society with new habits. Let’s learn to respect every single thing God’s created and try to be thankful for whatever we get in this life.

~Peace~

Komentar

Postingan Populer