Melihat ke Sisi yang Lain


Are you a qualified person on certain majors?

Ngomong-ngomong soal kualifikasi, sejatinya dari sejak kecil, kita sudah diperkenalkan akan hal ini. dari kita balita misalnya, kita sudah didaftarkan untuk mengikuti lomba Balita Berprestasi oleh orang tua kita. Waktu kita masuk sekolah, SD, SMP, dan SMA pun didorong untuk menjadi siswa yang berprestasi melalui kejuaraan baik akademis maupun non-akademis. Well, semuanya bermuara ke tujuan untuk menjadikan kita manusia yang berkualitas dan unggul. Kenapa? Singkatnya biar bisa bertahan hidup di tengah persaingan dunia yang semakin sengit ini.

Tidak bisa dipungkiri, bahwasanya orang-orang yang dianggap berkualitas itu akan punya lebih banyak kesempatan dan peluang untuk punya tempat yang baik di masyarakat. Mulai dari sekolah saja, siswa-siswa berprestasi memiliki priviledge untuk bisa masuk sekolah favorit lebih mudah karena pencapaiannya. Bahkan di dunia kerja pun, orang dengan pengalaman dan kualifikasi lebih banyak akan cenderung diterima kerja dibanding dengan yang CV-nya biasa-biasa saja. Intinya, kita manusia dituntut untuk mempunyai kualitas diri yang mampu menjual, dalam artian untuk bisa diterima di suatu komunitas, instansi-instansi, dan tempat-tempat strategis untuk bekerja di masyarakat.

In spite of those things, have you ever been felt that you are unqualified person? Pernahkah kalian insecure melihat orang-orang di sekitar kalian sudah mencapai berbagai hal?

Aku yakin kita semua pernah berada di posisi tersebut, terutama saat kita melihat kolega, teman seangkatan, bahkan satu kelas yang menurut kita lebih berprestasi dibanding kita. “wah, dia pintar sekali, IPKnya besar,” “wah dia sudah banyak menang di berbagai lomba,” “wah dia aktif sekali di berbagai organisasi,” lalu kalian melihat diri kalian sendiri dan bertanya “bagaimana denganku yang belum mencapai apa-apa?

Stop di situ, jangan diteruskan! Pikiran itu hanya akan memuat kita semakin terpuruk meratapi diri yang kita pikir tidak cukup terkulifikasi.

Aku pernah merasa (let’s say) minder melihat teman-teman seperjuangan yang selalu saja mendapat juara ketika mengikuti lomba, sedang yang terjadi padaku adalah sebaliknya. For the result, aku jadi kurang respect sama diri sendiri. Ini sering terjadi padaku bahkan hingga saat ini. Pertanyaan-pertanyaan yang meragukan kualitas diri seringkali muncul di benakku, terutama saat harus mengisi kolom prestasi setiap kali akan melakukan kegiatan tertentu. “Aku tidak punya apapun untuk ditulis, aku tidak pernah menjuarai kompetisi apapun selama belajar di sini.” Pikiran seperti inilah yang akhirnya membuatku merendahkan diri sendiri, merasa pesimis untuk bersaing, dan tidak cukup yakin untuk melangkah.

Namun, aku tidak lalu menenggelamkan pikiran pada anggapanku terhadap diri sendiri di atas. Instead, aku mencoba melihat ke sisi yang lain dari diriku. Untuk apa selama ini aku menghabiskan waktu ketika teman-temanku mengikuti kompetisi? Kemana aku? Yup, aku mencoba menilik balik kegiatan yang selama ini aku lakukan. Dan benar saja, aku menemukan jawaban mengapa aku tidak punya prestasi yang bisa dituliskan sebanyak rekanku yang lain.

Ingat, tidak punya seritifikat juara bukan berarti kita tidak berprestasi, teman. Bisa saja, kegiatan yang kalian lakukan selama ini memang tidak menghasilkan sertifikat, tapi bukan berarti tidak produktif. Bisa juga, seperti di kasusku, yang sudah berusaha untuk mengikuti beberapa kompetisi, tapi belum dapat kesempaatan untuk jadi juara. Well, itu sudah cukup menunjukkan kita orang yang terus mau mencoba kan?

Selain itu, mencoba untuk melihat ke bidang lain juga bukan ide yang buruk. Tidak menutup kemungkinan, kalau selama ini kita melakukan hal yang tidak semua orang lakukan. menulis misalnya, menyanyi, atau menghasilkan karya yang lain. Banyak hal dari diri kita yang sering tidak kita sadari bahwasanya itu merupakan keunggulan dari diri kita. Kita terlalu kaku untuk mematok bahwa kualifikasi, prestasi, dan segala keunggulan diri hanya diukur dari berapa banyak kejuaraan yang pernah kita menangkan. It’s pathetic, isn’t it?

Jadi singkatnya, penulis ecek-ecek ini lagi sok-sok-an nge-encourage teman-teman untuk belajar menerima diri sendiri, berusaha lebih mengenal diri sendiri, sehingga lebih mudah untuk tahu kualitas diri kita sendiri. Aku sering sekali si, dapat wejangan dari orang-orang sekitar, kalo nulis CV itu pinter-pinternya kita menjual kualitas diri kita ke pihak tujuan kita, so yeah, mari kita belajar melakukannya mulai sekarang.

See you!

 

 

 

Komentar

Postingan Populer