Membuka Mata untuk Indonesia
Kota Unik di Timur Nusantara
Terlalu sibuk mengagumi keindahan yang ada dibelahan bumi Eropa, mataku
serasa tertutup dari negeri kita sendiri yang sebenarnya mempunyai berjuta
surga. Aku terlalu exited mengulik kota-kota dunia yang dengan apiknya
dirancang sedemikian rupa. Setelah London menghipnotisku sekian lama, sekarang
Munich yang membuatku terpesona dengan bangunan classic yang dipertahankan
menjadi wajah asli kota mahal Jerman tersebut.
Kali ini aku bukan akan membahas Munich , melainkan kota unik yang ada di
ujung timur Indonesia kita. Namanya kota “Agats” . Kalian pernah
mendengarnya ? Mungkin bagi kalian para traveler Agast bukan lagi kota asing atau bahkan sudah
menjadi visit list kalian. Tapi kenyataannya banyak yang belum mengetahui kota
unik ini termasuk aku dan beberapa teman yang aku tanya. Kalian yang
tinggal di wilayah timur mungkin sedikit lebih akrab dengan nama itu. Berikut
tentang kota unik agats.
(Tampak kota Agats)
Alkisah, hampir seratus tahun lalu, seorang Pastor berkebangsaan Belanda
bernama Jan Smith melangsungkan misi pekabaran Injil di wilayah pedalaman suku
Asmat. Kala itu segalanya masih terbatas
dan suku Asmat masih sangat primitif. Pastor Jan Smith menghadapi tantangan
berat di dalam misinya, namun ia tetap bertahan di dalam keteguhan hatinya
melayani Tuhan. Hingga suatu ketika, sang Pastor terbunuh oleh sebab yang masih
menjadi misteri hingga saat ini. Namun, sebelum meninggal Jan Smith pernah
membuat sebuah pernyataan yang sering juga diartikan sebagai kutukan oleh
penduduk setempat. Sebuah wilayah pesisir selatan Papua yang bernama Agats ini
akan basah dan menjadi wilayah rawa untuk selamanya.
Hingga
kini, penduduk Agats masih percaya pada mitos kutuk tersebut. Mereka menganggap
ucapan yang dilontarkan oleh sang Pastor adalah penyebab kota Agats akan selalu
menjadi kota yang berdiri di atas Rawa. Bahkan, ucapan Pastor yang patungnya
didirikan di pelabuhan kecil Agats ini sudah menjadi cerita yang tersebar luas
dari mulut ke mulut dan dianggap sebagai mitos terjadinya tanah berlumpur di
Agats.
(Patung Jan Smith)
Kota
Agats adalah ibukota dari sebuah wilayah pemekaran baru Kabupaten Asmat yang
merupakan bagian dari propinsi Papua. Kota ini berada di pesisir selatan pulau
Papua berdekatan dengan wilayah Timika yang berada di Kabupaten Mimika. Karena
posisinya yang dekat dengan Timika, maka akan lebih mudah mencapai Agats dari
kota Timika dengan menggunakan kapal laut atau pesawat perintis. Agats yang
berpenduduk sekitar 76.000 jiwa ini merupakan kota penting bagi distrik-distrik
di sekitarnya. Kota ini memegang peranan utama di dalam menjalankan roda
perekonomian dan pemerintahan di Kabupaten baru Asmat ini.
(Jalan dari papan di Agats)
Ada
keunikan tersendiri yang dimiliki oleh Agats. Kondisi tanah berlumpur dan rawa
membuat kota ini harus berdiri dengan sarana jalan yang berupa papan, sekilas
jalan ini menyerupai dermaga. Seluruh jalan di kota Agats memang menyerupai
jembatan yang dibuat dari kayu besi. Namun seiring perkembangan jaman dan
teknologi, jembatan-jembatan ini kemudian mulai disempurnakan dalam bentuk
beton yang lebih kuat lagi. Hingga saat ini, pengembangan ibukota Kabupaten
Asmat ini dilakukan di atas jalanan yang unik ini. Semua bangunan di kota
dengan luas hampir 30.000 kilometer persegi ini pun menyesuaikan dengan bentuk
rumah-rumah panggung. Bahkan, alat transportasi utama di dalam kota jembatan
ini adalah motor, itupun motor yang menggunakan tenaga listrik.
Memang,
kondisi Agats yang masih serba terbatas ini membuat pemerintah daerah dan
seluruh penduduk menyesuaikan dengan keadaan. Jalan jembatan kayu yang
terbentang luas di seluruh wilayah Agats tidak akan mampu menahan beban motor
mesin yang cukup berat, apalagi mobil sudah dipastikan tidak akan mungkin
menjadi alat transportasi. Kini, selain motor listrik, para penduduk Agats yang
sebagian besar merupakan pendatang dari wilayah luar Asmat ini mengandalkan
transportasi laut berupa perahu motor atau sekedar berjalan kaki bila masih
berada di dalam kota.
Keterbatasan
lain yang dimiliki Agats adalah kurangnya pasokan air bersih. Masyarakat Agats
hingga kini bertahan dengan air hujan yang ditampung di tabung-tabung air.
Kondisi tanah rawa memang membuat tanah ini sulit menyediakan air bersih. Maka
tidak heran bila mandi menggunakan air tampungan ini terasa lebih licin dan
sulit untuk membilas sabun yang digunakan. Namun demikian, kreatifitas
masyarakat membuat mereka mampu terus bertahan dalam kondisi ini.
Walaupun
memiliki banyak keterbatasan, namun sarana-prasarana dan infrastruktur kota
Agats sudah cukup memadai. Pelabuhan, kantor pemerintahan, rumah sakit, pasar,
kantor polisi, pos tentara, sekolah, bahkan Museum sudah terdapat di kota unik
ini. Penduduk pun dengan leluasa melakukan berbagai aktifitas dan sedikit demi
sedikit mengembangkan usaha-usaha untuk menunjang kehidupan mereka. Toko-toko
kebutuhan dan rumah makan pun
banyak sekali buka di sepanjang kota Agats.
Kondisi
tersebut dibenarkan oleh salah satu temanku yan sekarang lagi bertugas di kota
itu guys. Bahkan dia mengatakan kalo disana masih ada suku Korowai. Pernah
mendengar sebelumnya?
Dikatakan
mereka tinggal di rumah pohon yang tingginya 15-50 m
diatas permukaan tanah demi menghindari banjir , kebakaran dan serangan hewan
buas. Kurang lebih
seperti ini tampak rumah mereka
Yang paling beda dari suku lain adalah korowai merupakan
satu-satunya suku kanibal yang ada di Indonesia. (ngeri nggak tuuhh??) tapi,
mereka tidak mengkonsumsi daging manusia secara sembarangan, melainkan jika
manusia tersebut dianggap melanggar aturan dalam kepercayaan mereka. Diketahui menjadi
tukang sihir, misalnya. Barusan sekilas tentang korowai.
Semoga informasi ini bermanfaat untuk kita. Khususnya para
pecinta alam, Agats bisa jadi salah satu tujuan adventure kalian guys...
Komentar
Posting Komentar