Are We Really Alive?
Just A Creature
Aku berbicara
murni hanya sebagai individu yang ditakdirkan untuk mengalami kehidupan. Aku
tidak mewakili siapapun, maupun berbicara dari sudut pandang manapun. Aku hanya memandang
diriku sebagai seorang makhluk yang bernafas, kemudian harus hidup bersinggungan
dengan makhluk lain sejenis diriku di dunia ini.
Kadang aku
bertanya pada diriku sendiri, apakah memang yang dinamakan hidup hanya sebatas
ini? hanya karena aku memiliki jantung yang masih berdetak maka sudah cukup
untuk dikatakan hidup? Sebagai makhluk
sosial yang harus hidup bersinggungan dengan orang lain, terkadang aku merasa
kehilangan identitas sebagai manusia yang masih ‘hidup’ dengan keadaan jantung
masih berdetak. Bagaimana mungkin?
Manusia yang sudah
tidak lagi hidup tidak lagi butuh untuk didengarkan, tapi manusia yang masih hidup
tetap harus didengarkan tidak peduli apapun, bahkan orang yang memiliki
kelainan dalam komunikasinya pun tetap memiliki haknya sebagai manusia untuk
didengar. Orang yang bisu, bisa menggunakan tulisan untuk menyampaikan
pikirannya, atau memakai bahasa isyarat untuk bisa berkomunikasi dengan manusia
yang normal. Begitulah mereka merasakan bahwasanya mereka masih manusia yang bernyawa
dan berhak didengar dan dihargai. Sebaliknya, jika hak dasar sebagai manusia
seperti untuk didengar saja sudah tidak bisa kita rasakan, masihkah kita merasa
benar-benar hidup?
Tidak didengar
hanyalah satu dari sekian hak-hak dasar manusia yang sering dilanggar, seperti
penyampaian pedapat dan pikiran yang dibatasi. Sering terjadi di kehidupan kita,
seorang individu tidak mendapatkan haknya utuk didengar karena alasan dan
batasan tertentu terkait cultural beliefs, stereotypes, dan pandangan sosial
lain yang mempengaruhi pola hidup kita. Banyak dari kita yang seakan-akan tidak
dianggap keberadaannya, dikucilkan, diremehkan, dan menerima segala bentuk
pengacuhan lain. Mulai dari lingkungan kerja, sekolah, masyarakat, bahkan
lingkaran terdekat kita, keluarga sangat mengkin memperlakukan kita dengan
demikian. Seperti itulah kemudian identitas seorang individu sebagai makhluk
hidup seakan-akan luntur.
Hilangnya hak-hak
dasar ini tidak bisa kita pandang sebelah mata. Orang yang diperlakukan demikian
bisa saja terlihat baik dari luar. Namun, kita tidak tahu bagaimana keadaan
psikis mereka. Seriously, it’s pretty deletarious. Bukan tidak mungkin korban
akan tertekan secara mental dan berujung mengakhiri hidup karena toh hidup pun
tidak lagi seperti hidup, dalam kasus ini kita tidak mendapatkan hak-hak kita
sebagai makhluk hidup.
Singkatnya, aku
berfikir bahwa yang terpenting bagi seorang individu yang masih hidup adalah
keberadaannya sebagai makhluk hidup yang disadari, diakui, dan dianggap oleh
makhluk lain di sekitarnya dengan diperlakukan layaknya manusia lain yang
memiliki hak-hak dasar, karena hanya dengan demikianlah seorang individu dapat
benar-benar merasakan bahwa mereka adalah makhluk “hidup”.
Komentar
Posting Komentar