How to Deal with Our Life
Seberapa besar sih porsi kita dalam mengatur hidup ?
Halo guys welcome back to my blog, alias
diary ke dua aku setelah my diary book (exactly). How have you been? good? it’s
been 9 months probably since the last time I posted my writing. So, selama
9 bulan ini, bagaimana perubahan dalam hidup kalian? biasa saja? luar biasa?
atau bahkan tidak ada yang berubah? sayang sekali sih kalau dalam kurun waktu
selama itu kita tidak belajar. Mempelajari hidup kita, especially. J
Well, terakhir kali atau beberapa bulan
sebelum aku vakum dari blog adalah termasuk masa-masa yang aku anggap cukup
challenging di hidup aku. I had plenty of time, but still had a target too. So
, I could share more of my thoughts with y’all. It’s quite different
from the latest 5-7 months of my life (bisa dilihat nggak ada satupun tulisan
lahir dalam kurun waktu tsb , so sad).
Yup, aku akhirnya bisa jadi orang yang sok
sibuk. Bukannya nggak ada waktu nulis, sempet sih kepikiran dan nulis sedikit
tapi karena aku masih kalah sama capek dan malas, walhasil ide-ide itu pun
terbengkalai, Duh!
Now, I don’t know what I’m gonna tell you
guys about. Emang lagi marak banget sih topik politik sekarang, but still, I’m
not interested in it. So let’s talk a little bit about our lives.
Have you guys ever planned about your future life ?
Like, umur segini aku sekolah, abis itu
kuliah, setelah lulus aku bakal kerja, umur segini nikah, bla bla bla atau ada
juga yang merencakan hidup berdasarkan mimpi dan passionnya masing-masing. Aku
yakin sih pasti semuaya pernah dan aku juga dukung banget. I mean dari pada
orang yang hidup cuma ikut arus sih aku lebih suka mereka yang punya target .
Well orang yang punya mimpi, punya target
dalam hidupnya aku yakin akan lebih mantap melangkah, karena jalan yang
ditapakinya jelas, dia sudah tau arahnya. Berbeda dengan orang yang tidak punya
mimpi sama sekali dalam hidupnya. Pasti dia akan hidup begitu-begitu saja tanpa
menginginkan perubahan. So, menurut aku at least kita harus tau apa yang pengen
kita dapat/ lakukan di hidup kita buat tau step mana yang akan kita ambil.
Ngomongin jalan hidup, emang kadang bikin
kepala mau pecah sih. Kadang-kadang aku suka tanya diri sendiri. “Fa
, kamu yakin mau ambil jalan A?” Pertanyaan itu semakin kian muncul saat aku
lulus MAN. Yeah, di Indonesia , saat-saat itu memang akan jadi tombak penentu
bakalan kemana kita nantinya.
Dulu aku punya target umur 22 tahun harus
udah lulus S1, but apparently di umur 19 tahun aku baru aja kuliah karena keputusan
gap year yang aku ambil. Kenapa harus gap \? aku harus
belajar mandiri materi soshum, which is yang gak pernah aku sentuh
sekalipun di waktu MAN. Kenapa harus soshum? karena objek yang
aku pengen pelajarin ujiannya termasuk dalam kelompok soshum.
Lah , trus buat apa kalian susah-susah
belajar kimia sama fisika sampe otak mendidih kalau ujung-ujungnya ujian di
soshum? (akan belajar bidang soshum). Well pertanyaan ini yang memaksa aku untuk
tetap mencekoki ego dan gengsi diri sendiri. Apalagi input dari teman-teman
juga cenderung mendorong aku untuk tetap ada di dunia science, membuat aku
semakin tidak mau dekat dekat dengan soshum.
Semakin mendekati waktu lulus, rasanya
jalan semakin abu-abu. Tidak ada satupun objek science yang kelihatannya akan aku
nikmati selama belajar. Maybe I’d be able to do it , but not to enjoy it.
Akhirnya , SNMPTN buat aku gak lebih dari ajang main-main door prize nyuapin
ego yang sebegitu laparnya. (I did it with no consideration at all)
Ujian SBMPTN sudah di depan mata, barulah aku
mulai mau berdamai dengan diri sendiri. Mencoba jujur mengenai
apa yang aku suka dan tertarik untuk berada di dunia itu. Cukup berat memang
melawan ego dan gengsi, tapi aku nggak mau hidup dalam keterpaksaan. That’s why
I chose English to study then, the one and only thing which never makes me
bored to know more.
Because of the limited time to prepare I
was failed in my first trial. Thus, after that result, another big decision had
to be taken too. That was my gap year. Aku memutuskan untuk memantapkan
persiapan ujian di tahun selanjutnya. Well, menggadaikan waktu satu
tahun untuk satu hal yang disukai memang gak mudah sih. “But , what’s the
best way I can take? it’ll always be gap year Fa, it is. toh banyak juga yang
gap juga” pikirku waktu itu.
Satu tahun dimana beban di punggung yang
semakin terasa di setiap harinya, tidak lantas membuat aku jadi kutu buku akut.
Aku mencoba belajar dengan cara aku sendiri. Senyaman dan seefektif mungkin
yang aku bisa. Walau kadang bayangan akan gagal di SBMPTN selanjutnya tak
henti-hentinya menghantui aku. Thank God , I made it.
Well setelah kejadian-kejadian itu aku
belajar bahwasanya planning memang penting untuk menentukan langkah
kita, tapi apapun hasilnya bukan kuasa kita untuk campur tangan didalamnya.
Tugas kita hanya dalam batas usaha dan berdoa.
Sekarang aku juga lebih memilih untuk
menjalani hari ini dulu ketimbang membayangkan hari esok. I mean dari pada
merencanakan yang belum tentu terjadi , aku lebih milih menjalani apa yang ada
di depan mata dulu. Dari pada aku memikirkan study selanjutnya, mengapa tidak
aku selesaikan dengan baik dulu apa yang sedang aku jalani.
Dalam kasus memilih jurusan di atas, itu
tidak aku anggap sebagai suatu rencana yang harus aku pikirkan nanti. Karena
belajar di step selanjutnya merupakan kepastiaan adanya waktu itu.
So, the conclusion is whatever you plan
for your future life, you always have to give your best today. And whatever the
result is , the only thing you have to do is accept and deal with it.
I hope you guys can catch it up well, see ya!
Wkwk hallo sifaul
BalasHapusHallo Safika
Hapus